Minggu
11 : Etika Dalam Akuntansi Keuangan Dan Akuntansi Manajemen
Tanggung
Jawab Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen
Akuntan manajemen
mempunyai peran penting dalam menunjang tercapainya tujuan perusahaan, dimana
tujuan tersebut harus dicapai melalui cara yang legal dan etis, maka
paraakuntan manajemen dituntut untuk bertindak jujur, terpercaya, dan etis
(Anshori,2002). Dalam hubungannya dengan kesadaran etika, disebutkan bahwa
masalah ini seringmencuat sebagai salah satu persoalan yang sering menghinggapi
akuntan lokal. Menurut SriMulyani seperti dikutip dari Islahuddin dan Soesi
(2002) menyatakan bahwa akuntan lokalsudah terbiasa dengan kondisi hitungan
seimbang, yang dipaksa melindungi perusahan klien dari kebobrokan keuangan.
Akibatnya dengan adanya kesadaran etis yang rendah memberigambaran
kekurangsiapan akuntan lokal menghadapi pasar global.Untuk itu perlu lagi bagi
para akuntan manajemen maupun para lulusan jurusanakuntansi yang kelak
mengambil profesi sebagai akuntan akuntan manajemen untuk meninjau standar
etika bagi akuntan manajemen yang dikeluarkan oleh Institute of Management
Accountants, agar menampilkan karakteristik akuntan yang berkualitas dan mampu
menjaga profesionalismenya di era globalisasi ini. Standard Etik Untuk Akuntan
Manajemen. (Standars of Ethical Conduct for Management Accountants).
Competence, Confidentiality, Integrity and
Objectivity of Management Accountant
Kriteria
Standar Perilaku Akuntan Manajemen :
- Competence (Kompetensi)
Auditor
harus menjaga kemampuan dan pengetahuan profesional mereka pada tingkatan yang
cukup tinggi dan tekun dalam mengaplikasikannya ketika memberikan jasanya,
diantaranya menjaga tingkat kompetensi profesional, melaksanakan tugas
profesional yang sesuai dengan hukum dan menyediakan laporan yang lengkap dan
transparan
- Confidentiality (Kerahasiaan)
Auditor
harus dapat menghormati dan menghargai kerahasiaan informasi yang diperoleh
dari pekerjaan dan hubungan profesionalnya, diantaranya meliputi menahan diri
supaya tidak menyingkap informasi rahasia, menginformasikan pada bawahan
(subordinat) dengan memperhatikan kerahasiaan informasi, menahan diri dari
penggunaan informasi rahasia yang diperoleh.
- Integrity (Kejujuran)
Auditor
harus jujur dan bersikap adil serta dapat dipercaya dalam hubungan
profesionalnya. Meliputi menghindari konflik kepentingan yang tersirat maupun
tersurat, menahan diri dari aktivitas yang akan menghambat kemampuan, menolak
hadiah, bantuan, atau keramahan yang akan mempengaruhi segala macam tindakan
dalam pekerjaan, mengetahui dan mengkomunikasikan batas-batas profesionalitas,
mengkomunikasikan informasi yang baik maupun tidak baik, menghindarkan diri
dalam keikutsertaan atau membantu kegiatan yang akan mencemarkan nama baik
profesi.
- Objectivity of Management Accountant (Objektivitas Akuntan Manajemen)
Auditor
tidak boleh berkompromi mengenai penilaian profesionalnya karenadisebabkan
prasangka, konflik kepentingan dan terpengaruh orang lain, seperti
memberitahukan informasi dengan wajar dan objektif dan mengungkapkan sepenuhnya
informasi relevan.
Whistle Blowing
Whistle
blowing merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang
karyawan untuk membocorkan kecurangan baik yang dilakukan oleh perusahaan atau
atasannya kepada pihak lain. Pihak yang dilaporkan ini bisa saja atasan yang
lebih tinggi ataupun masyarakat luas.
Rahasia
perusahaan adalah sesuatu yang konfidensial dan memang harus dirahasiakan, dan
pada umumnya tidak menyangkut efek yang merugikan bagi pihak lain, entah itu
masyarakat atau perusahaan lain.
Whistle
blowing menyangkut kecurangan tertentu yang merugikan perusahaan sendiri maupun
pihak lain, apabila dibongkar atau disebarluaskan akan merugikan perusahaan,
paling minimal merusak nama baik perusahaan tersebut.
Whistle
bowing dibedakan menjadi 2 yaitu :
- Whistle blowing internal Terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan karyawan kemudian melaporkan kecurangan tersebut kepada atasannya
- Whistle blowing eksternal Terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan lalu membocorkannya kepada masyarakat karena kecurangan itu akan merugikan masyarakat.
Creative Accounting
Istilah creative
menggambarkan suatu kemampuan berfikir dan menciptakan ide yang berbeda
daripada yang biasa dilakukan, juga dapat dikatakan mampu berfikir diluar kotak
(out-of-the box). Jaman sekarang diprofesi apapun kita berada senantiasa
dituntut untuk selalu creative. Namun pada saat kita mendengar istilah
‘creative accounting’, seperti sesuatu hal yang kurang ‘etis’. Beberapa pihak
menafsirkan negative, dan berpandangan skeptis serta tidak menyetujui, namun
beberapa melihat dengan pandangan netral tanpa memihak.
Menurut Susiawan (2003)
creative accounting adalah aktifitas badan usaha untuk memanfaatkan teknik dan
kebijakan akuntansi guna mendapatkan hasil yang diinginkan, seperti penyajian
nilai laba atau asset yang lebih tinggi atau lebih rendah tergantung motivasi
mereka melakukannya.
Menurut Myddelton
(2009), akuntan yang dianggap kreatif adalah akuntan yang dapat
menginterpretasikan grey area standar akuntansi untuk mendapatkan manfaat atau
keuntungan dari interpretasi tersebut.
Akuntansi
dengan standar yang berlaku, adalah alat yang digunakan manajemen (dengan
bantuan akuntan) untuk menyajikan laporan keuangan. Praktek akuntansi tentunya
tidak terlepas dari kebijakan manajemen dalam memilih metode yang sesuai dan
diperbolehkan. Kebijakan dan metode yang dipilih dipengaruhi oleh kemampuan
interpretasi standar akuntansi, dan kepentingan manajemen sendiri. Standar
akuntansi mengharuskan adanya pengungkapan (dislosure) atas praktek dan
kebijakan akuntansi yang dipilih, dan diterapkan. Dalam proses penyajian
laporan keuangan, potensial sekali terjadinya ‘asimetri informasi’ atau aliran
informasi yang tidak seimbang antara penyaji (manajemen) dan penerima informasi
(investor dan kreditor).
Dalam
hal ini yang memiliki informasi lebih banyak (manajemen) “diduga” potensial
memanfaatkannya informasi yang dimiliki untuk mengambil keuntungan maksimal.
Pelaku ‘creative accounting’ sering juga dipandang sebagai opportunis. Dalam teori keagenan (agency theory) dijelaskan, adanya kontrak antara pemegang saham (principal) dengan manajer sebagai pengelola perusahaan (agent), dimana manajer bertanggung jawab memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham, namun disisi lain manajer juga mempunyai kepentingan pribadi mengoptimalkan kesejahteraan mereka sendiri melalui tercapainya bonus yang dijanjikan pemegang saham. Beberapa studi empiris tentang prilaku yang memotivasi individu atau badan usaha melakukan ‘creative accounting’ adalah: Motivasi bonus, motivasi hutang, motivasi pajak, motivasi penjualan saham, motivasi pergantian direksi serta motivasi politis.
Pelaku ‘creative accounting’ sering juga dipandang sebagai opportunis. Dalam teori keagenan (agency theory) dijelaskan, adanya kontrak antara pemegang saham (principal) dengan manajer sebagai pengelola perusahaan (agent), dimana manajer bertanggung jawab memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham, namun disisi lain manajer juga mempunyai kepentingan pribadi mengoptimalkan kesejahteraan mereka sendiri melalui tercapainya bonus yang dijanjikan pemegang saham. Beberapa studi empiris tentang prilaku yang memotivasi individu atau badan usaha melakukan ‘creative accounting’ adalah: Motivasi bonus, motivasi hutang, motivasi pajak, motivasi penjualan saham, motivasi pergantian direksi serta motivasi politis.
Berdasarkan
hal tersebut maka muncullah pertanyaan : Apakah ‘creative accounting’ atau
‘earning management’ legal dan etis? Menurut Velasques (2002) salah satu
karakteristik utama standar moral untuk menentukan etis atau tidaknya suatu
perbuatan adalah perbuatan tersebut tidak merugikan orang lain. Cara pandang
seseorang dan pengalaman hidup seseoranglah yang akan berpengaruh terhadap etis
tidaknya suatu perbuatan. Sehingga acuan terbaik dari ‘creative accounting’
atau ‘earning management’ adalah Standar moral dan etika. Namun bagaimana
menilai prilaku manajemen dalam pelaporan keuangan? Pengungkapan atau
discolusre yang memadai adalah sebuah media yang diharuskan standar akuntansi,
agar manajemen dapat menjelaskan kebijakan dan praktek akuntansi yang dipilih.
Dua jenis pengungkapan yang dapat diberikan dalam laporan keuangan yaitu:
Dua jenis pengungkapan yang dapat diberikan dalam laporan keuangan yaitu:
a)
Mandatory disclosure (pengungkapan
wajib)
b)
Voluntary discolure (pengungkapan
sukarela)
Tentunya
jika manajemen dapat menggunakan media disclosure ini dalam menjelaskan
kebijakan dan praktek akuntansi yang dilakukan sehingga para pengguna paham dan
dapat menilai motivasi dibelakangnya, dan tidak merasa dirugikan, sehingga
kebijakan tersebut dapat dikatakan legal dan etis.
Fraud Accounting
Fraud sebagai suatu tindak kesengajaan
untuk menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak wajar dan salah
menyajikan fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam bahasa yang lebih
sederhana, fraud adalah penipuan yang disengaja. Hal ini termasuk berbohong,
menipu, menggelapkan dan mencuri. Yang dimaksud dengan penggelapan disini
adalah merubah asset/kekayaan perusahaan yang dipercayakan kepadanya secara
tidak wajar untuk kepentingan dirinya.
Fraud
Auditing
Upaya untuk mendeteksi dan
mencegah kecurangan dalam transaksi-transaksi komersial. Untuk dapat melakukan
audit kecurangan terhadap pembukuan dan transaksi komersial memerlukan gabungan
dua keterampilan, yaitu sebagai auditor yang terlatih dan kriminal
investigator.
Sebelum mengenal etika di dalam akuntansi
keuangan dan manajemen, terlebih dahulu mengetahui sedikit mengenai definisi
dari Akuntansi keuangan dan akuntansi
manajemen.
Definisi
akuntansi manajemen menurut Chartered Institute
of Management Accountant (1994:30) yaitu: Penyatuan bagian manajemen yang
mencakup, penyajian dan penafsiran informasi yang digunakan untuk perumusan
strategi, aktivitas perencanaan dan pengendalian, pembuatan keputusan,
optimalisasi penggunaan sumber daya, pengungkapan kepada pemilik dan pihak
luar, pengungkapan kepada pekerja, pengamanan asset.
Sedangkan Akuntansi Keuangan yaitu bagian dari akuntansi yang
berkaitan dengan penyiapan pelaporan keuangan untuk pihak luar, seperti
pemegang saham, kredirtor, pemasok, serta pemerintah.
Didalam suatu kegiatan
terdapat kode etik atau sering kita sebut Etika. Hal ini melandasi setiap
kegiatan agar tidak berbuat seenaknya. Begitu pula dalam akuntansi keuangan dan manajemen, kode etik bahkan
di standarkan agar setiap kegiatan akuntansi tetap berjalan sesuai dengan etika
yang ada. Kode etik dibuat untuk mengatur para akuntan agar melaksanakan
profesinya secara professional.
IMA
(Institute of Management Accountants) mengeluarkan suatu pernyataan
yang menguraikan tentang standar perilakuk etis akuntan manajemen. Standar
tersebut sebagai berikut:
1. Kompetensi
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk.
- Menjaga tingkat kompetensi profesional yang diperlukan dengan terus menerus mengembangkan pengetahuan dan keahliannya.
- Melakukan tugas-tugas profesionalnya sesuai dengan hukum, peraturan, dan standar teknis yang berlaku.
- Menyusun laporan dan rekomendasi yang lengkat serta jelas setelah melakukan analisis yang benar terhadap informasi yang relevan dan dapat dipercaya
2. Kerahasiaan
Akuntan manajemen bertanggun jawab untuk:
- Menahan diri untuk tidak mengungkapkan tanpa ijin informasi rahasia berkenaan dengan tugas-tugasnya, kecuali diharuskan secara hukum.
- Memberitahu bawahan seperlunya kerahasiaan dari informasi yang berkenaan dengan tugas-tugasnya dan memonitor aktivitas mereka untuk menjaga kerahasiaan tersebut.
- Menahan diri dari penggunaan informasi rahasia yang berkaitan dengan tugas-tugasnya untuk tujuan tidak etis dan sah baik secara pribadi maupun melalui pihak ketiga.
3. Integritas
Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk:
- Menghindari konflik kepentingan aktual atau terlihat nyata dan mengingatkan semua pihak terhadap potensi konflik.
- Menahan diri dari keterlibatan berbagai aktivitas yang akan menimbulkan kecurigaan terhadap kemampuan mereka untuk melakukan tugasnya secara etis.
- Menolak pemberian, penghargaan, dan keramah-tamahan yang dapat mempengaruhi mereka dalam bertugas.
- Menahan diri untuk tidak melakukian penggerogotan terhadap legitimasi organisasi dan tujuan-tujuan etis, baik secara pasif maupun aktif.
- Mengenali dan mengkomunikasikan berbagai batasan profesional atau kendala lainnya yang akan menghalangi munculnya penilaian yang bertanggung jawab atau kinerja sukses dari suatu aktivitas.
- Mengkomunikasikan informasi yang baik atau buruk dan penilaian atau opini professional.
- Menahan diri dari keterlibatan dalam aktivitas yang merugikan profesi.
4. Objektivitas
Akuntan manajemen bertanggung jawab
untuk:
- Mengkomunikasikan informasi dengan adil dan objektif.
- Mengungkapkan semua informasi relevan yang dapat diharapkan mempengaruhi pemahaman pengguna terhadap laporan, komentar, dan rekomendasi yang dikeluarkan.
5. Resolusi konfik etika
Dalam
pelaksanaan standar perilaku etis, akuntan manajemen mungkin menghadapi masalah
dalam mengidentifikasi perilaku yang tidak etis, atau dalam meyelesaikan
konflik etika. Ketika menghadapi isu-isu etika yang penting, akuntan manajemen
harus mengiuti kebijakan yang ditetapkan organisasidalam mengatasi konflik.
Jika kebijakan ini tidak menyelesaikan konflik etika, akuntan manajemen harus
mempertimbangkan tindakan berikut ini:
- Mendiskusikan masalah tersebut dengan supervisor kecuali jika masalah itu melibatkan atasannya. Dalam kasus ini, masalah tersebut harus dilaporkan secepatnya kepada jenjang yang lebih tinggi berikutnya. Jika resolusi akhir yang memuaskan tidak dapat dicapai pada saat masalah diungkapkan, sampaikan masalah tersebut manajemen jenjang yang lebih tinggi.
- Jika atasan langsung merupakan kepala eksekutif pelaksana (CEO), atau setingkat wewenang untuk mengatasi mungkin berada di tangan suatu kelompok seperti komite audit, komite eksekutif, dewan direksi, dewan perwalian, atau pemilik. Berhubungan dengan jenjang di atas atasan langsung sebaiknya dilakukan dengan sepengetahuan atasan.
- Menjelaskan konsep-konsep yang relevan melalui diskusi rahasia dengan seorang penasihat yang objektif untuk mencapai pemahanan terhadap tindakan yang mungkin dilakukan
- Jika konflik ektika masih ada setelah dilakukan tinjauan terhadapa semua jenjang, akuntan manajemen mungkin tidak mempunyai jalan lain kecuali mengundurkan diri dari organisasi dan memberikan memo yang informatif kepada perwakilan organisasi yang ditunjuk.
- Kecuali jika diperintah secara hukum, mengkomunikasikan masalah tersebut kepada berbagai otoritas atau individu yang tidak ada hubungan dengan organisasi bukanlah pertimbangan yang tepat.
CONTOH KASUS
Committee of Sponsoring
Organizations of the Treadway Commission (COSO). Penelitian COSO menelaah
hampir 350 kasus dugaan kecurangan pelaporan keuangan oleh
perusahaan-perusahaan publik di Amerika Serikat yang diselidiki oleh SEC.
Diantaranya adalah :
1. Kecurangan keuangan
memengaruhi perusahaan dari semua ukuran, dengan median perusahaan memiliki
aktiva dan pendapatan hanya di bawah $100juta.
2 Berita mengenai investigasi
SEC atau Departemen Kehakiman mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham
rata-rata 7,3 persen.
3. Dua puluh enam persen dari
perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan mengganti auditor selama
periode yang diteliti dibandingkan dengan hanya 12 persen dari
perusahaan-perusahaan yang tidak terlibat.
MINGGU 12 : Isu Etika Signifikan Dalam Dunia Bisnis
Dan Profesi
Benturan Kepentingan
Benturan
kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan
kepentingan ekonomis pribadi Direktur, Komisaris atau pemegang saham utama di
suatu perusahaan. Benturan kepentingan ini dapat dikategorikan menjadi 8 jenis
situasi sebagai berikut :
a.
Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan
atau berkeinginan mengambil andil di
dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing ( competitor ).
b.
Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan
kepentingan perusahaan.
c.
Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan
personal yang masih ada hubungan keluarga ( family
) dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
d.
Segala posisi dimana karyawan dan pimpinan perusahaan
mempunyai pengaruh ( control )
terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada
hubungan keluarga.
e.
Segala penggunaan pribadi maupun berbagai informasi
rahasia perusahaan demi suatu kepentingan pribadi, seperti anjuran untuk
membeli atau menjual barang atau produk milik perusahaan yang didasarkan atas
informasi rahasia tersebut.
f.
Segala penjualan atau pembelian perusahaan yang
menguntungkan pribadi.
g.
Segala penerimaan dari keuntungan seseorang atau
organisasi atau pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
h.
Segala aktivitas yang berkaitan dengan insider trading atas perusahaan yang
telah go public yang merugikan pihak
lain.
Apabila situasi yang telah
disebutkan terjadi atau apabila individu tidak yakin apakah suatu situasi yang
sedang terjadi merupakan benturan kepentingan, maka harus segera dilaporkan hal
– hal yang terkait dengan situasi tersebut kepada petugas kepatuhan perusahaan.
Apabila manajemen senior perusahaan menetapkan bahwa situasi tersebut
menimbulkan kepentingan, maka mereka harus segera melaporkan benturan
kepentingan ini kepada komite pemeriksa. Berikut ini merupakan beberapa upaya
suatu perusahaan atau organisasi dalam menghindari benturan kepentingan adalah sebagai
berikut :
-
Menghindari diri dari tindakan dan situasi yang dapat
menimbulkan benturan kepentingan pribadi dengan perusahaan.
-
Mengusahakan lahan pribadi untuk digunakan sebagai
kebun perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan kegiatan
pemupukan.
-
Menyewakan properti pribadi kepada perusahaan yang
dapat menimbulkan potensi penyimpangan kegiatan pemeliharaan.
-
Mengungkapkan dan melaporkan setiap kepentingan di
luar pekerjaan perusahaan.
-
Memiliki bisnis pribadi yang sama dengan perusahaan.
-
Menghormati hak setiap insane perusahaan untuk
memiliki kegiatan di luar jam kerja, di luar pekerjaan dari perusahaan dan yang
bebas dari benturan kepentingan.
-
Tidak akan memegang jabatan dalam suatu lemaga atau
institusi lain di luar perusahaan dalam bentuk apapun, kecuali telah mendapat
persetujuan tertulis dari yang berwenang.
-
Menghindari diri dari memiliki kepentingan keuangan
maupun non keuangan pada suatu perusahaan atau organisasi pesaing dengan cara.
- Menghindari situasi atau perilaku yang dapat menimbulkan kesan, spekulasi
atau kecurigaan adanya benturan kepentingan.
-
Mengungkapkan atau melaporkan setiap kemungkinan
benturan kepentingan pada suatu kontrak yang telah disetujui maupun yang belum disetujui.
-
Tidak akan menginvestasikan dana atau melakukan ikatan
bisnis pada individu atau pihak lain yang mempunyai keterkaitan bisnis secara
langsung ,aupun tidak langsung.
Etika dalam Tempat Kerja
Kewajiban moral utama sebagai pegawai adalah bekerja mencapai tujuan
perusahaan dan menghindari berbagai kegiatan yang akan mengancam tujuan
tersebut. Dalam hal ini, etika bisnis sangat penting untuk menciptakan
lingkungan kerja yang harmonis dan untuk memberikan citra positif terhadap
lingkungan perusahaan. Hal demikian dibuktikan dengan ungkapan John Rockefeller
seorang industriawan terkemuka Amerika ( 1870 ) pendiri cikal bakal Exxon Mobile, “Kemampuan bertatakrama
terhadap oranglain akan saya nilai lebih tinggi daripada kemampuan – kemampuan
lain”. Berikut akan disebutkan beberapa bentuk etika yang harus dilaksanakan
dalam tempat kerja :
-
Menghormati budaya kerja di perusahaan
-
Menghormati senior dan lakukan sebagaimana mestinya
tanpa bersikap berlebihan.
-
Hormati privacy orang
lain
-
Hormati cara pandang orang lain
-
Tangani beban pekerjaan masing – masing
-
Bersikap sopan terhadap seluruh orang yang ada di
dalam perusahaan tersebut.
-
Tidak semena – mena menggunakan fasilitas kantor
Aktivitas Bisnis Internasional – Masalah Budaya
Seorang
pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan. Hal itu
bukanlah sesuatu yang kabur dan hambar, melainkan sebuah gambaran jelas dan
konkrit. Jadi, budaya itu adalah tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah
laku dalam mereka melakukan sesuatu. Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita
telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang bergelimang
dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik
dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat
bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka
sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya). Semua karena
percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing pemimpin. Maka timbul
paradigma, mengubah budaya perusahaan itu sendiri. Budaya perusahaan memberi
kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya
perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan
karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula
mendorong terciptanya prilaku yang tidak etis.
Akuntabilitas Sosial
Akuntabilitas
sosial merupakan proses keterlibatan yang konstruktif antara warga negara
dengan pemerintah dalam memeriksa pelaku dan kinerja pejabat publik, politisi
dan penyelenggara pemerintah. Tujuan dari akuntabilitas sosial adalah sebagai
berikut :
a.
Untuk mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh
biaya dan manfaat bagi masyarakat yang ditimbulkan oleh berbagai aktivitas yang
berkaitan dengan produksi perusahaan.
b.
Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan
perusahaan terhadap lingkungan mencakup financial
dan managerial social accounting,
social auditing.
c.
Untuk menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial
agar dapat menentukan suatu hasil yang relevan dan sempurna yang merupakan
keuntungan sosial suatu perusahaan.
Guna mewujudkan maksimalisasi kinerja akuntabilitas sosial terdapat
beberapa faktor yang sering dijadikan sebagai syarat pokok bagi pelaksanaan akuntabilitas
sosial, antara lain :
1. Keberadaan Mekanisme yang Menjembatani
Hubungan antara Negara dan Masyarakat
Usaha untuk mewujudkan akuntabilitas sosial dalam
praktek pemerintahan banyak bertumpu pada ada tidaknya sejumlah mekanisme yang
mampu menjembatani hubungan antara negara dan masyarakat. Mekanisme ini
mempunyai makna strategis, sebab, pertukaran informasi, dialog dan negosiasi
dapat dilakukan oleh berbagai elemen baik dari negara maupun dari masyarakat
melalui sejumlah mekanisme tersebut.
Keberadaan mekanisme yang menjembatani hubungan negara
dan masyarakat ditingkatan operasional dapat dijadikan sebagai instrumen untuk
memperkenalkan cara-cara baru, kesempatan baru serta program baru bagi
interaksi negara dan masyarakat yang sederhana dan efektif. Selain itu,
keberadaan mekanisme ini digunakan untuk memperbaiki, memperbarui serta
mereformasi berbagai mekanisme, sistem dan aktor yang telah ada dan dianggap
usang.
Contoh kongkret dari mekanisme yang menjembatani
hubungan antara negara dan masyarakat adalah keberadaan Dinas Komunikasi dan
Informasi dari setiap Pemerintah Kabupaten dan Kota. Dinas ini dibentuk tidak
untuk pengendalian informasi, namun justru untuk meniadakan informasi yang asimetris
antara negara dan masyarakat.
2. Keinginan dan Kapasitas dari Warga Negara dan
Aktor-aktor Civil Society yang Kuat untuk Secara Aktif Terlibat dalam Proses
Akuntabilitas Pemerintah
Adanya keinginan dan
kapasitas yang kuat dari warga negara dan aktor-aktor Civil Society untuk terlibat dalam proses akuntabilitas pemerintah
merupakan prasyarat penting bagi terwujudnya akuntabilitas sosial.
Faktor ini sering kali berbenturan dengan sejumlah
persoalan seperti : fakta lemahnya elemen Civil
Society dan adanya pemikiran bahwa warga negara kurang berdaya.
3.
Keinginan dan Kapasitas dari Politisi dan Birokrat untuk
Mempertimbangkan Masyarakat
Keberadaan faktor ini
menjadi penting karena hambatan terbesar bagi perwujudan akuntabilitas sosial
sering kali berasal dari keengganan para politisi dan birokrat untuk membuka
semua informasi serta mendengarkan setiap pendapat masyarakat. Banyak
pengalaman yang menunjukkan bahwa kepekaan politisi dan birokrat terhadap
aspirasi masyarakat dapat merubah pola interaksi antara negara dan masyarakat.
Pada titik ini, pola interaksi kedua elemen tersebut dapat semakin disinergikan
sehingga terbentuk sebuah pola interaksi yang bersifat timbal balik antara
aktor-aktor yang berasal dari negara maupun masyarakat.
4. Lingkungan yang Memungkinkan
4. Lingkungan yang Memungkinkan
Proses perwujudan
akuntabilitas sosial juga menuntut adanya lingkungan politik, ekonomi dan
budaya yang memadai. Pada dunia politik, sebuah proses akuntabilitas sosial
tidak mungkin berhasil jika tidak didukung oleh keberadaan rezim yang
demokratis, adanya sistem multi partai serta pengakuan legal - formal dari hak
- hak sipil dan politik dari warga negara. Demikian juga dalam dunia ekonomi
dan budaya, sebuah upaya perwujudan akuntabilitas sosial akan menjadi sia - sia
ketika lingkungan sosial dan ekonomi tidak menyediakan kesempatan bagi warga
negara untuk memperoleh akses partisipasi yang sama
di kedua dunia tersebut.
Manajemen Krisis
Krisis merupakan suatu kejadian besar dan tidak terduga
yang memiliki potensi untuk berdampak negatif maupun positif. Kejadian ini bisa
saja menghancurkan organisasi, karyawan, produk, jasa, kondisi keuangan dan
reputasi . Krisis merupakan keadaan yang tidak stabil dimana perubahan yang
cukup menentukan mengancam, baik perubahan yang tidak diharapkan ataupun
perubahan yang diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik.
Organisasi yang memikirkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari
suatu krisis akan berusaha untuk mempersiapkan diri sebelum krisis tersebut
terjadi. Bahkan ada peluang dimana organisasi dapat mengubah krisis menjadi
suatu kesempatan untuk memperoleh dukungan publik. Sebab, krisis terjadi
apabila ada benturan kepentingan antara organisasi dengan publiknya. Secara
umum, dapat dijelaskan bahwa penyebab krisis adalah.
Sebab umum :
– gangguan kesejahtraan
dan rasa aman.
– tanggung jawab sosial
diabaikan.
Sebab khusus :
– kesalahan pengelola
yang mengganggu lapisan bawah.
– penurunan profit yang
tajam.
– penyelewengan.
– perubahan permintaan
pasar.
– kegagalan atau
penarikan produk.
– regulasi dan
deregulasi.
– kecelakaan atau
bencana alam.
Suatu krisis menurut pendapat Steven Fink (1986) dapat dikategorikan
kedalam empat level perkembangan, yakni :
1. Masa pre-krisis
Suatu
krisis yang besar biasanya telah didahului oleh suatu pertanda bahwa bakal ada
krisis yang terjadi. Masa terjadinya atau munculnya pertanda ini disebut masa
pre-krisis.Seringkali tanda-tanda ini oleh karyawan yang bertugas sudah
disampaikan kepada pejabat yang berwenang, tetapi oleh pejabat yang berwenang
tidak ditanggapi. Oleh karena si pelapor merasa laporannya tidak ditanggapi dia
ikut diam saja. Bila keadaan yang lebih buruk terjadi dia lebih baik memilih
diam daripada laporan dia tidak ditanggapi.
Kasus terjadinya
kebocoran gas racun pabrik Union Carbide di Bhopal, India (terkenal dengan nama
tragedy Bhopal) yang merenggut lebih dari 2000 jiwa, telah diantisipasi oleh
petugas. Kebocoran yang terjadi di pabrik Union Carbide di tempat lain tidak
diteruskan ke pabrik di Bhopal. Laporan yang tidak disampaikan itu menyebabkan
terjadinya malapetaka tersebut.Cukup sering terjadi, malapetaka yang besar
sudah deketahui gejalanya oleh orang yang berwenang, tetapi didiamkan saja
tanpa diambil tindakan. Kalau sekiranya tindakan koreksi segera diambil maka
kejadian yang akibatnya fatal tersebut dapat dihindarkan.
Mengatasi krisis yang
paling baik adalah disaat pre-krisis ini terjadi. Seringkali suatu krisis
sudah diantisipasi bakal terjadi, namun tidak ada cara untuk menghindarinya.
Misalnya kasus kapal di laut yang akan dilanda oleh topan, dan tidak ada jalan
keluar kecuali menghadapi topan tersebut. Namun oleh karena sudah diantisipasi
terjadinya, sang nakhoda akan lebih siap menghadapi krisis tersebut. Misalnya
mengarahkan kapalnya ke batu karang. Dari contoh ini kita dapat menarik
pelajaran bahwa menghadapi krisis yang tidak terelakkan bila kita sudah tahu,
kita akan lebih siap.
2. Masa Krisis Akut (Acute stage).
Bila pre-krisis tidak dideteksi dan
tidak diambil tindakan yang sesuai maka masa yang paling ditakuti akan terjadi.
Kasus biskuit beracun setelah korban berjatuhan, misalnya cepat sekali mendapat
sorotan media massa sebagai suatu berita yang hangat dan masuk halaman pertama.
Keadaan yang demikian akan menimbulkan suasana yang paling kritis bagi
perusahaan, khususnya bagi perusahaan yang produknya tercemar racun. Informasi
tersebut berkembang dengan cepat dikalangan masyarakat dari mulut ke mulut.
Setelah itu berkembang masalah baru berupa ‘rumor’ bahwa banyak makanan lain
yang ikut tercemar. Beberapa bahan makanan yang dilaporkan tercemar racun
adalah minyak goreng, bakso, bakmi, rokok, dan beberapa jenis jajanan pasar.
Memang isu keracunan ini akan merembet ke makanan yang sejenis Hal ini disebut
dengan proses generalisasi. Fenomena generalisasi ini juga terjadi pada pabrik
yang mempunyai cabang di tempat lain, atau pabrik yang memproduksi barang yang
hampir sama.
Pada masa krisis akut ini tugas utama
perusahaan adalah menarik produk secepat mungkin agar tidak ada lagi korban
yang menjadi korban produk. Pada masa ini tugas perusahaan bukanlah diprioritaskan
untuk mencari penyebab kenapa masalah itu terjadi. Tetapi tugas pokoknya adalah
mengontrol semaksimal mungkin agar jatuhnya korban dapat ditekan.Masa krisis
akut ini jika dibandingkan dengan masa krisis kronis jauh lebih singkat. Tetapi
masa akut adalah masa yang paling menegangkan dan paling melelahkan anggota tim
yang menangani krisis.
3. Masa kronis krisis.
Masa
ini adalah masa pembersihan akibat dari krisis akut. Masa ini adalah masa recovery, masa mengintrospeksi kenapa
krisis sampai terjadi. Masa ini bagi mereka yang gagal total menangani krisis
adalah masa kegoncangan manajemen atau masa kebangkrutan perusahaan. Bagi
mereka yang bisa menangani krisis dengan baik ini adalah masa yang
menenangkan.Masa kronis berlangsung panjang, tergantung pada jenis krisis. Masa
kronis adalah masa pengembalian kepercayaan publik terhadap perusahaan.
4.
Masa kesembuhan dari krisis.
Masa
ini adalah masa perusahaan sehat kembali seperti keadaan sediakala. Pada fase
ini perusahaan akan semakin sadar bahwa krisis dapat terjadi sewaktu-waktu dan
lebih mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
CONTOH KASUS
PT. Perusahaan Listrik Negara
Persero (PT. PLN) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang diberikan mandat untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia.
Seharusnya sudah menjadi kewajiban bagi PT. PLN untuk memenuhi itu semua, namun
pada kenyataannya masih banyak kasus dimana mereka merugikan masyarakat. PT.
Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak
di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan
satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT.
PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan
mendistribusikannya secara merata. Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis
monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen
tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta
kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.
Kasus
ini menjadi menarik karena disatu sisi kegiatanmonopoli mereka
dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33, namun disisi lain tindakan PT. PLN
justru belum atau bahkan tidak menunjukkan kinerja yang baik dalam pemenuhan
kebutuhan listrik masyarakat. Seperti berita yang di lansirkan dari www.RRI.co
.id sebagai berikut :
RRI, Surabaya : Meningkatnya
kebutuhan listrik masyarakat setiap tahunnya mengalami peningkatan antara 5-6
persen, namun kondisi tersebut mengakibatkan stok listrik kian terbatas. Sudah
maksimalnya beban penggunaan sejumlah Gardu Induk (GI) di wilayah Jawa Timur
dan terkendalanya pembangunan GI menyebabkan kondisi kelistrikan di wilayah
membaut Jatim terancam terjadi pemadaman bergilir.
Sedikitnya, ada 9 kabupaten yang
terancam terjadinya pemadaman bergilir hingga dua tahun kedepan diantaranya
Surabaya, Sidoarjo, Bangkalan, Sampang, Sumenep dan Pamekasan.
Dikatakan Rido Hantoro Wakil Kepala
Pusat Studi Energi ITS krisis listrik tidak saja terjadi di Jatim dan Surabaya
namun hampir keseluruhan pulau Jawa juga mengalami krisis listrik.
"Hal ini dipicu terus menurunnya
pasokan listrik yang bisa disuplai kepada konsumen. Program peningkatan daya sebesar
35.000 Megawatt jika terealisasi dengan cepat, kemungkinan terjadinya krisis
bisa dihindari," terangnya kepada RRI, Rabu (12/11/2014).
Selain
kasus diatas yang terjadi di Sidoarjo adapun kasus krisis listrik terjadi
disejumlah kabupaten diseluruh daerah, kasus ini memuncak saat PT. Perusahaan
Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di
berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli
2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari
Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati,
dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan
klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin
parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem
kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2,
serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa
untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara
Karang.
Dikarenakan
PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat
bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan
adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan
banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga
sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas.
Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan
investor menjadi enggan untuk berinvestasi.
Penyelesaian
kasus :
Pada dasarnya kegiatan bisnis tidaklah hanya
bertujun untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan
segala cara melainkan perlu adanya perilaku etis yang diterapkan oleh semua
perusahaan. Etika yang diterapkan oleh sebuah perusahaan bukanlah salah satu
penghambat perusahaan untuk dapat berkompetisi dengan para pesaingnya melainkan
untuk dipandang oleh masyarakat bahwa perusahaan yang menerapkan etika didalam
perusahaan bisnis adalah sebagai perusahaan yang memiliki perilaku etis dan
bermoral.
Dari
pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik
Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian
pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat secara adil
dan merata, sebaiknya Pemerintah membuka kesempatan bagi investor untuk
mengembangkan usaha di bidang listrik. Akan tetapi Pemerintah harus tetap
mengontrol dan memberikan batasan bagi investor tersebut, sehingga tidak
terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat serta Pemerintah dapat memperbaiki
kinerja PT. PLN saat ini, sehingga menjadi lebih baik demi tercapainya
kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat banyak sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33.
Selain
daripada itu bukan hanya pihak pemerintahan yang harus berpartisipati kita
sebagai masyarakat yang cerdas sudah seharusnya berpikir terbuka dan cerdas
untuk masa depan, gunakanlah sumber daya alam yang terdapat di negeri ini
secukupnya agar sumber daya alam kita tetap terjaga sehingga penerus bangsa
nanti bisa merasakan sumber daya alam yang sama. Jangan memandang karena kita
mampu membayar kita bisa menggunakan sumber daya alam secara berlebihan. Hal
tersebut tidak etis dan tidak menunjukkan sikap masyarakat yang cerdas. Save
our energy & love our earth.
Sumber :
